Cerita 42 : Pendiam Vs Banyak Bicara
Di dunia ini ada dua
kepribadian yang tampak begitu menarik sehingga sering menjadi pembahasan. Tentang Si pendiam dan Si banyak bicara. Di mana pun itu, entah di
sebuah komunitas, entah itu di lingkungan sekolah kita dulu, entah itu di
kampus, tempat kerja dan di mana saja kita berada. Dua karakter yang terlahir
secara alami dan dua-duanya istimewa; sama-sama memiliki kekurangan maupun
kelebihan.
Si Pendiam, yang
biasanya selalu sibuk dengan ide-ide, namun sangat jarang untuk
mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan. Karakter Pendiam seringkali dicap
sebagai pribadi yang sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru mereka
temui. Dan acapkali disebut-sebut sebagai pribadi yang cuek, Padahal, tidak
selamanya Si Pendiam adalah mereka yang memiliki sifat yang sulit untuk
menyesuaikan diri, tiada peduli dengan lingkungan. Banyak juga dari
mereka yang justru tampil dengan aksi-aksi
yang memukau meski dengan gaya mereka yang jarang berbicara.
Begitu pula dengan Si
Banyak Bicara. Pemilik karakter ini pun tidak banyak bedanya dengan Si Pendiam.
Tidak selamanya mereka yang dikenal sebagai manusia berkepribadian Banyak
Bicara dipandang sebagai sosok yang positif. Ada juga diantara mereka yang
justru dijauhi, karena sebagian dari mereka yang mantap dalam menguraikan rencana-rencana ke depan, hebat dalam visi-misi, namun kurang di bagian realisasi alias talk more do less.
Dulu juga pernah ada yang
namanya istilah "Diam itu Emas" yang seolah menggambarkan betapa diam
lebih berharga bila dibandingkan dengan berkata-kata namun tidak memiliki arti
sama sekali. Seakan berbanding lurus dengan pesan Nabi Allah, Muhammad
Salallahu 'Alaihi Wassalam, yang dalam sabda beliau memesankan; "Berkata
baik/benar atau diam" (HR. Muslim)
Kemudian, ada juga
ungkapan yang mengatakan, bahwa lidah itu lebih tajam daripada pedang,
melukiskan betapa bila tidak pandai-pandai menjaganya, salah-salah bisa
mengundang petaka bagi orang lain maupun bagi si pemilik lidah. Dan banyak lagi
istilah yang sering dijadikan "senjata pembela" bagi mereka yang
sering dijuluki sebagai Sang Pendiam.
Artinya, tidak
selamanya mereka yang berkepribadian pendiam itu buruk. Adakalanya, pendiam
dianggap sebaik-baiknya kepribadian. Namun, diam tidak selamanya pula baik.
Diam di saat yang tepat mungkin akan senilai "Emas" bagi kekayaan
jiwa si pendiam. Namun bila bicara lebih baik daripada diam; seperti halnya
bicara dalam perihal menyampaikan kebaikan, maka bicara senilai
"Berlian"
Bicara akan setingkat
lebih bernilai bila dibandingkan dengan berdiam diri saja, seandainya yang
disampaikan adalah kebaikan. Dan diam akan kehilangan makna bila berdiam itu
justru karena enggan membela yang benar dan menyampaikan kebaikan yang
seharusnya disampaikan. Jadi, bisa dikatakan, diam dan bicara sama-sama
bernilai selama yang dibicarakan adalah bicara yang penuh faedah, penuh
kelembutan, tiada niat untuk menyakitkan bagi mereka yang mendengar. Dan selama
diam itu justru berdiam dari segala keburukan, menahan diri untuk mengatakan
yang buruk-buruk, menyakitkan yang lain.
Lalu,
kalau ditanya hebatan mana, yang Si karakter pendiam atau Si karakter
pembicara? Yang hebat yaa... Si Pendiam dan Si Banyak Bicara yang sama-sama
bisa menempatkan diri, yang tidak hanya bisa menyusun mimpi tetapi juga berani
mewujudkan dengan misi kebaikannya... So,
Come realize your dream in ACTION! :)
Komentar
Posting Komentar